Ketika melihat realitas yang ada pendidikan merupakan kebutuhan setiap orang. Namun, zaman sekarang para orangtua seolah menganggap pendidikan hanya sebagai kegiatan mencari bekal bekerja yang dipandang prestisius. Sehingga esensi pendidikan yang membentuk mentalitas seseorang adalah mengejar materi semata bukan kedewasaan bersikap dan pola pikir. Hal ini yang dilontarkan oleh pemuda bernama Agung Bimantara ketika mengobrol kecil denganku di rumahnya, ia memiliki sebuah taman baca atau tempat diskusi.
Taman baca yang ia beri nama dengan Omah Woco, taman baca tersebut baru berusia hampir dua tahun. Lokasi Omah Woco terletak di Dusun Karangbulu, Desa Sima, Kecamatan Moga, Kabupaten Pemalang. Di sini lah ia mencoba untuk membumikan pendidikan melalui literasi kepada anak-anak. Terutama adalah penguasaan teknologi yang juga perlu diajarkan, namun dalam pendampingan supaya maksimal dan tidak percuma sebagaimana keadaan saat ini. Anak-anak lebih cenderung menggunakannya untuk permainan daring daripada untuk membaca atau mencari sesuatu bermanfaat.
Tentu melihat realitas itu di desa yang miris, pemuda-pemuda mayoritas merantau, anak-anak masih sungkan belajar, dan kebiasaan-kebiasaan kurang baik menjadi perhatian dari Omah Woco. “Di sini anak-anak bebas berekspresi. Mau main komputer, menggambar, bertanam, atau membaca,” ujar Agung ketika mulai kutanya kegiatan di taman baca tersebut. Menurutnya melalui kegiatan mentoring anak-anak bisa lebih dekat menyelami kesulitan dalam belajar dan dipecahkan bersama, sehingga memberikan anak-anak ruang gerak untuk berkreasi khususnya terkait minat dan bakat anak-anak.
Ia melihat potensi di Desa Sima, khususnya di daerah Karangbulu tentunya sangat kaya. Hanya saja banyak masyarakat enggan untuk mengembangkannya. Melihat kondisi ini, tindakan terbaik adalah menyiapkan generasi hijau saat ini dan mengajak para pemuda yang siap diajak maju. Peran pemerintah desa pun tidak kalah penting nantinya, sekarang ia juga berusaha menggandeng pemerintah dan masyarakat desa untuk ikut menyukseskan progam ini.
Tentunya banyak keuntungan yang ia paparkan saat berbincang. Salah satunya memberikan angin segar bagi anak, terutama di saat sekolah-sekolah melakukan pembelajaran model Belajar dari rumah (BDR) yang menemui banyak kesulitan. Maka akan diajarkan penggunaan teknologi yang benar. Tugas-tugas sekarang menggunakan aplikasi yang masih cukup asing perlu disosialisasikan. Melalui ini pun, bisa diajarkan bagaimana cara melakukan kegiatan bersifat digital. Di sana pun tetap mematuhi protokol kesehatan, di depan ada tempat cuci tangan, hand sanitaizer. Di sana juga diatur pola perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) yang diajarkan sejak dini. Begitu pula mengajarkan anak-anak untuk mawas diri dan ikut mematuhi anjuran pemerintah. Kemudian bagi anak-anak yang memiliki keterampilan atau pun minat terhadap sesuatu akan dibimbing.
Keuntungan itu, tidak pula dilihat hanya secara jangka pendek. Namun, jangka panjang yang sangat perlu disiapkan. Selaras dengan Desa Sima yang masyarakatnya selalu menjaga budaya, melalui taman baca ini menggandeng pemerintah, masyarakat, pemuda dan anak-anak untuk melestarikan budaya daerah. Bisa dilihat dari kegiatan yang berisi kesenian daerah ketika ditampilkan. Kegiatan semacam itu, banyak dimainkan oleh anak-anak. Terkadang orang-orang dewasa juga ikut juga meramaikan. Biasanya kegiatan itu pun didokumentasikan dan diunggah dalam media sosial.
Selain itu, taman baca ini pun tidak hanya menargetkan kegiatan untuk anak-anak kecil. Pemuda-pemuda pun digerakkan pula. Meski belum begitu banyak dari warga sekitar yang berpartisipasi, paling banyak dari sukarelawan komunitas lain yang ikut berkontribusi. Contohnya: pertama, diskusi kewirausahaan yang sejauh ini sudah berjalan dengan metode turun ke jalan membuat sebuah produk, dengan sokongan dana dari beberapa pihak yang mau membantu. Implementasinya digunakan juga pengenalan di media sosial, setiap produk itu pun bisa dikenalkan hingga luas. Hal itu pun dilakukan evaluasi untuk ke depannya supaya mendapatkan hasil yang maksimal, sehingga dalam berkegiatan pun tidak ada kalimat terujar tak berduit dalam kegiatan ini.
Kegiatan untuk pemuda lainnya yakni membaca dan menulis. Jika anak-anak difokuskan masih dalam taraf membaca, untuk pemuda (remaja hingga dewasa) mencoba juga diluaskan dengan diskusi dan menulis. Kegiatan ini pun bisa diperluas oleh masing-masing dengan mencoba menerbitkannya ke media koran. Hal tersebut untuk menaikkan eksistensi dan rasa percaya diri. Meski masih sulit, paling tidak mencoba untuk menuangkan keresahan yang dapat meluaskan cakrawala pengetahuan.
Pekerjaan rumah paling penting menurut Agung adalah mengubah pola pikir masyarakat. Berawal dari ketertarikannya pada sampah-sampah di sungai samping rumahnya, aku pun ikut melihat jabarannya perihal tempat sampah dan kebiasaan orang yang membuang sampah hampir di setiap perempatan. Di sana sampah menumpuk hingga tak ada yang mengelola, di sana ia memprakarsai untuk mempelajarinya bersama teman-teman sejawat untuk bergerak langsung menanganinya. Belajar memisahkan sampah, antara organik dan anorganik serta diolah. Jika tidak bisa, tentunya sampah dikelola supaya tidak tercecer yang mengurangi nilai keindahan. Ia bermimpi ingin membuat sebuah penampungan bak sampah yang keadaannya memang sangat minim.
Paling penting dalam hal ini adalah menjadi pioner untuk menggerakkan masyarakat untuk hidup lebih bermakna. Bukan sekadar formalitas yang hanya mengikuti mode, namun menghilangkan beberapa nilai luhur yang mulai luntur. Banyak orang-orang berkata bijak, tapi kalah dengan orang berperilaku buruk yang lebih vokal. Maka dari itu, melalui aktivitas taman baca ini langsung mencontohkan bukan memerintah sehingga masyarakat tidak merasa tergurui.
Omah Woco yang digerakkan oleh pemuda tentunya sebagai contoh memberikan pemahaman literasi. Bentuknya bermacam-macam tanpa mementingkan kepentingan golongan, murni untuk kecerdasan dan pengembangan individu yang ingin belajar. Buku-buku pun sudah mulai
bertambah semenjak sering membuat tawaran pada pihak donatur, sukarelawan atau ahli bidang tertentu pun banyak yang peduli, asalkan meluasan jaringan komunikasi begitu tuturnya.
Jadi kegiatan yang dijalankan saat ini melalui taman baca adalah membaca dengan dimentori, bermain, mencipta, seni, berwirausaha, dan lainnya. Hal ini tentunya dilakukan dengan manajemen yang baik. Begitu keuntungannya juga untuk skala masyarakat desa, supaya terangkat dari segi nilai sosial, ekonimi, agama, seni dan teknologi. Serta perlu dorongan dari beberapa elemen terutama pemuda yang memiliki ide segar.
Saat ini Omah Woco dengan kegiatan literasinya masih terus berbenah, dengan menyusun beberapa kegiatan jangka pendek dan panjang yang begitu ekstra. “Taman baca ini, diharapkan mampu menciptakan kemandirian untuk membangun diri dan lingkungan yang sejahtera,” kata Agung yang pada hari itu akan mengadakan pentas seni dengan masyarakat sekitar.
Di sinilah kiranya sinergi dari pemuda yang memiliki ide dan kreativitas, selanjutnya masyarakat dan pemerintah desa dapat ikut mendukung program literasi. Manfaat kegiatan itu nantinya akan dirasakan segenap lapisan masyarakat desa ini, dalam bentuk insan-insan yang mumpuni dan mandiri dengan melanjutkan era sekarang.
Biodata
Nurmansyah Triagus M, Lahir di Pemalang, 24 Agustus 1994. Bekerja sebagai guru Bahasa Indonesia di SMP Muhammadiyah Terpadu Moga dan Tutor Bahasa Indonesia Program Paket C PKBM Cempaka. Alumni Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, FKIP UNS (Universitas Sebelas Maret Surakarta). Pernah meraih Juara III Menulis Cerpen Tingkat Mahasiswa Se-Jawa Tengah diadakan Kompass Universitas Pancasakti Tegal 2016. Finalis 10 Besar Lomba Karya Tulis Ilmiah Mahasiswa Sederajat Tingkat Nasional Youth Science Paper Competition Universitas Airlangga di Banyuwangi 2016. Pernah menulis karya fiksi di beberapa media seperti Radar Cirebon, Bangka Pos, Bali Pos, Pojokpim,
Apajake.id dll. Berkegiatan di Komunitas Buku Terbuka Pemalang dan Rasi Pena Pemalang.
FB: Nurmansyah Triagus Maulana
IG: noormansyahtriagus24