Pemuda dan Desa: Masa Depan Penggerak Ekonomi Makro di Masa Pandemi

Hadirnya pandemi Covid-19 di Indonesia dalam kurun waktu 9 bulan terakhir, benar-benar memberikan dampak penurunan yang cukup signifikan terhadap berbagai sektor kehidupan, termasuk di dalamnya yaitu sektor perekonomian. Berbagai kebijakan pemerintah diberlakukan sebagai upaya menanggulangi dampak pandemi khususnya di sektor ekonomi yang tak kunjung menunjukan hasil yang positif. Pandemi Covid-19 yang menyebar melalui kontak antar manusia, mengharuskan setiap orang untuk menjaga jarak dan mengurangi aktivitas sosialnya. Secara tidak langsung, hal tersebut tentu memberikan efek kejut bagi dunia usaha yang digeluti oleh masyarakat baik dalam skala kecil maupun besar, dimana semua elemen tak terkecuali ikut merasakan dampaknya. Produsen mengalami penurunan omzet yang cukup signifikan karena menurunnya permintaan (demand) akibat pembatasan sosial. Begitupun masyarakat sebagai konsumen, dengan melihat banyaknya gelombang pemutusan hubungan kerja dan penutupan berbagai akses publik, maka konsumsi atas sebuah produk atau jasa juga ikut menurun.

Dalam skala nasional, pariwisata merupakan sektor yang mengalami penurunan yang cukup berarti. Total wisman yang berkunjung ke Indonesia mencapai 16,1 juta pengunjung pada 2019 (naik 1,88% yoy dari 15,8 juta pada 2018). Share wisman asal Tiongkok pada 2019 sebesar 12,9% (2,07 juta), terbanyak kedua setelah Malaysia (18,5% atau 3 juta). Setelah Covid-19 merebak, jumlah kunjungan wisman ke Indonesia turun 7,62% mtm pada Januari 2020.[1] Menurunnya wisatawan baik mancanegara maupun domestik ke Indonesia, tentu memberikan penurunan yang cukup tajam pula terhadap sektor lainnya. Salah satu sektor yang paling terdampak akibat menurunnya kunjungan wisatawan tersebut adalah dunia usaha. Hal tersebut karena pada prinsipnya, pengembangan pariwisata di Indonesia dijalankan secara integratif dan komprehensif, artinya bahwa penyelenggaraan pariwisata juga memberikan pengaruh terhadap sektor lainnya, termasuk lingkungan dan perdagangan. Berangkat dari konsepsi tersebut, apabila keadaan sektor pariwisata mengalami penurunan, maka sektor lainnya seperti perdagangan juga ikut menurun, yang juga berujung pada menurunnya pendapatan masyarakat.

Melihat keadaan yang demikian, tentu permasalahan tidak akan selesai sampai pada akar dan sumber permasalahan itu sendiri jika hanya berpangku tangan dan menaruh harapan pada pemerintah semata. Masyarakat sebagai subjek pembangunan perlu ikut berperan aktif secara kolektif untuk setidaknya mengurangi dampak pandemi pada sektor ekonomi saat ini. Berbagai gerakan akar rumput yang muncul seperti warga bantu warga, larisi warung tetangga dan lain sebagainya merupakan salah satu contoh bentuk kepedulian antar sesama. Gerakan tersebut hadir sebagai jawaban atas ketidakpastian kapan pandemi akan berakhir. Sementara, diantara berbagai gerakan yang ada, pemuda menjadi salah satu aktor yang cukup sentral dalam menggagas dan mengeksekusi ide-ide kreatif untuk mengentaskan persoalan penurunan ekonomi di tengah masyarakat akibat pandemi.

Pemuda Sebagai Pilar Penggerak Digitalisasi UMKM Desa

Pada kenyataannya. pandemi Covid-19 tidak hanya menyasar ke sektor-sektor prekonomian nasional, melainkan juga menyasar hingga pada sektor ekonomi mikro di pedesaan. Sehingga dalam rangka menyiasati lesunya perekonomian mikro khususnya di desa, tidak sedikit pula pemuda yang mencoba merintis usaha berbasis online. Tidak bisa dipungkiri bahwa digitalisasi telah merambah semua sektor usaha. Penguasaan terhadap digital dapat membuka akses pasar yang sebelumnya terbatas pada wilayah tertentu, menjadi tanpa batas. Disamping itu, menjalankan usaha secara online atau digital, jug memberikan kemudahan dalam hal efektifitas biaya (low budget), waktu dan tenaga, karena dapat dilakukan kapanpun dan dimanapun, terutama dalam hal pemasaran produk.

Kemudahan dalam menjalankan usaha secara online, merupakan potensi luar biasa yang sepatutnya dijalankan oleh pelaku usaha mikro kecil dan menengah. Pemuda yang dianggap lebih cepat beradaptasi dengan teknologi, tentu dapat membuka peluang pasar secara luas melalui usaha yang dirintis. Pada konteks ini, pemuda dapat memaksimalkan ide bisnisnya melalui berbagai bentuk usaha, salah satunya yaitu Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM). Keterpaduan antara usaha dengan teknologi, disamping memberikan kemudahan dalam hal promosi dan keterjangkauan konsumen, sekaligus dapat mengangkat produk lokal desa berkualitas yang dapat bersaing di pasar nasional hingga internasional. Bahkan, lebih dari itu, sektor UMKM juga dapat menopang perekonomian nasional.

Menurut data Kementerian Koperasi, Usaha Keci, dan Menengah (KUKM) tahun 2018, jumlah pelaku UMKM sebanyak 64,2 juta atau 99,99% dari jumlah pelaku usaha di Indonesia. Daya serap tenaga kerja UMKM adalah sebanyak 117 juta pekerja atau 97% dari daya serap tenaga kerja dunia usaha. Sementara itu, kontribusi UMKM terhadap perekonomian nasional (PDB) sebesar 61,1%, dan sisanya yaitu 38,9% disumbangkan oleh pelaku usaha besar yang jumlahnya hanya sebesar 5.550 atau 0,01% dari jumlah pelaku usaha. Dari data di atas, Indonesia mempunyai potensi basis ekonomi nasional yang kuat karena jumlah UMKM terutama usaha mikro yang sangat banyak dan daya serap tenaga kerja sangat besar.[2] Merujuk pada uraian tersebut, maka upaya pemuda dalam membentuk usaha mikro di desa setidaknya dapat mencetak embrio-embrio lapangan kerja serta berperan dalam peningkatan perekonomian nasional.

Dalam scope desa, baik pemuda dan pemerintahan desa dapat mengupayakan tindakan kolaboratif antara keduanya. Tindakan kolaboratif ini akan menghasilan suatu simbiosis mutualisme atau hubungan yang saling menguntungkan antara keduanya. Dari sisi pemerintahan desa misalnya, sebagian dana desa dapat dialokasikan untuk menstimulus berbagai bentuk usaha baik yang berbasi online/IT maupun konvensional yang tengah dijalankan oleh para pemudanya, disamping juga menyelenggarakan pelatihan usaha bagi para pelaku usaha yang ada di desa. Sementara dari sisi pemuda, dengan peningkatan kompetensi usaha oleh desa, maka usaha yang dijalankan dapat memberikan kontribusi terahadap pendapatan desa, menyerap tenaga kerja di desa, sekaligus menjadi kader untuk meneruskan ilmu usahanya kepada masyarakat desa secara luas. Kendati demikian, upaya meningkatan perekonomian di desa pada masa pandemi memang terbilang tidak mudah. Dibutuhkan konsistensi dan komitmen baik dari pelaku usaha maupun pembuat kebijakan (policy maker).

Momentum Bangkitnya Ekonomi Desa dalam Menunjang Ekonomi Makro

Pemerintah pada dasarnya telah menunjukkan komitmennya terhadap sektor UMKM. Hal ini dapat dilihat dalam UU Cipta Kerja yang baru saja disahkan pada bulan oktober 2020, khususnya terkait dengan ketentuan yang mengatur mengenai UMKM. Ketentuan mengenai UMKM tidak menjadi dasar penolakan terhadap pengesahan UU Cipta Kerja, sehingga dapat diartikan bahwa semua elemen sepakat dengan ketentuan ini. Paling tidak terdapat lima kemudahan yang diberikan oleh produk undang-undang tersebut, diantaranya yaitu,[3] Pertama, memudahkan perizinan usaha bagi UMKM. pengajuan izin usaha UMKM hanya melalui satu pintu yakni NIB, yang merupakan perizinan tunggal yang berlaku bagi semua kegiatan usaha yang terdiri dari perizinan usaha, izin edar, SNI, dan sertifikasi jaminan produk halal. Kedua, kemudahan akses pembiayaan. UU Cipta Kerja mengatur bahwa kegiatan usaha mikro dan kecil dapat dijadikan jaminan kredit bank. Tidak hanya itu, ditekankan juga bahwa lembaga pembiayaan berorientasi pada kelayakan usaha dan tidak lagi berorientasi jaminan (collateral). Ketiga, membangun kemitraan bagi UMKM. Pelaku UMKM diberikan kemudahan untuk bermitra dengan perusahaan besar melalui pendampingan dan pembinaan. Keempat, kebijakan afi rmasi untuk kepastian penyerapan produksi karena belanja pemerintah harus mengutamakan produk UMKM, dan kelima, ada aturan pengelolaan terpadu dan sentralisasi klaster. Ini memungkinkan pelaku UMKM mendapatkan fasilitas seperti kawasan ekonomi khusus untuk usaha besar.

Kemudahan-kemudahan yang telah diberikan oleh pemerintah seharusnya dapat menjadi momentum bagi para pemuda maupun masyarakat untuk merintis maupun mengembangkan usahanya. Mengingat potensi-potensi yang ada di desa, apabila dikelola secara maksimal dan disesuaikan dengan perkembangan zaman, bukan tidak mungkin dapat menembus pasar nasional hingga internasional. Falsafah “Desa mawa tata, Negara mawa cara” yang jika dikorelasikan dengan konteks negara mengandung makna bahwa desa (lingkungan masyarakat) telah membentuk dan memiliki angger-angger (norma/pedoman hidup) untuk kalangan sendiri yang cenderung lentur, dan negara memerlukan hukum (peraturan) yang lebih tegas namun bersumber pada adat-istiadat yang tumbuh berkembang di masyarakat, seakan merepresentasikan keadaan saat ini. Dimana desa memiliki sumber daya lokal yang begitu luar biasa dan negara perlu untuk mengakomodasi dan mendukung upaya-upaya itu, khususnya dalam peningkatan ekonomi di desa yang dapat menunjang perekonomian negara secara makro.

Pemuda dan Desa dalam konteks ekonomi, juga ibarat dua sisi mata uang yang tak terpisahkan. Keduanya memiliki peran untuk sama-sama memberikan perhatian terhadap peningkatan perekonomian desa. Desa melalui pemerintahannya, ditunjukkan dengan penerbitan kebijakan yang ramah terhadap usaha mikro dan menengah, sementara pemuda melalui berbagai inovasi dan kemudahan yang ada, harus pula memaksimalkan usaha yang akan dan tengah dijalankan. Terlebih di masa pandemi seperti sekarang ini, keduanya diharuskan saling bahu-membahu agar beranjak dari jurang kemunduran ekonomi. Dari berbagai cara yang ada, salah satu hal yang dapat dilakukan secara integratif antara pemuda dan desa yaitu dengan membentuk atau mendukung kegiatan UMKM di desa sebagai upaya untuk menyerap tenaga kerja, meningkatkan taraf hidup masyarakat, serta menopang perekonomian secara makro.

[1] Badan Pusat Statistik, “Jumlah Kunjungan Wisman ke Indonesia Juni 2020 mencapai 160,28 ribu Kunjungan”, https://www.bps.go.id/pressrelease/2020/08/03/1717/jumlah-kunjungan-wisman-ke-indonesia-juni-2020-mencapai-160-28-ribu-kunjungan-.html#:~:text=Jumlah%20kunjungan%20wisatawan%20mancanegara% 20atau,penurunan%20sebesar%202%2C06%20persen, diakses 24 Oktober 2020

[2] Direktorat Jenderal Kekayaan Negara, “UMKM Bangkit, Ekonomi Indonesia Terungkit”, https://www.djkn.kemenkeu.go.id/artikel/baca/13317/UMKM-Bangkit-Ekonomi-Indonesia-Terungkit.html, diakses 24 Oktober 2020

[3] Kementerian Koperasi dan UKM, “RUU Cipta Kerja, Karpet Merah Bagi KUMKM”, Edisi No. 1/Maret 2020, hlm. 4-5

 

Edo Alif Azhari

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *