Peran Pemuda sebagai Social Control terhadap Potensi Korupsi Dana Desa

Istilah korupsi berasal dari Bahasa Latin yaitu corruptio, selanjutnya corruption berasal dari kata corrumpere yakni bahasa latin yang lebih tua. Dari bahasa lain tersebut, kemudian dikenal istilah corruption atau corrupt dari bahasa Inggris yang artinya korup; jahat; dan buruk. Dikenal juga di Prancis dengan istilah corruption dan Di Belanda dikenal dengan istilah corruptie. Pengertian korupsi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) yakni penyelewengan atau penyalahgunaan uang negara (perusahaan, organisasi, yayasan, dan sebagainya) untuk keuntungan pribadi atau orang lain,(1) sedangkan dari kata asalnya yakni “korup” yang bermakna buruk, rusak, busuk.(2) Menurut Henry Campbell Black sebagaimana dikutip oleh Elwi Danil, mendefinisan korupsi sebagai perbuatan yang dilakukan dengan maksud untuk memberikan suatu keuntungan yang tidak sesuai dengan kewajiban resmi dan hak-hak dari pihak lain.(3) Sedangkan Weirtheim mendefinisikan istilah korupsi dengan pengertian yang lebih spesifik. Menurutnya apabila seorang pejabat dapat dikatakan melakukan tindak pidana korupsi adalah apabila pejabat tersebut menerima hadiah dari seseorang yang bertujuan memengaruhinya agar mengambil keputusan yang menguntungkan kepentingan si pemberi hadiah.(4)

 

Praktik korupsi sebagaimana dimaksud dalam uraian di atas, marak terjadi di berbagai negara dan menjadi concern yang serius. Pasalnya, tindakan korupsi telah melanggar hak-hak sosial dan ekonomi masyarakat, dan digolongkan sebagai kejahatan luar biasa (extra ordinary crime). Di Indonesia sendiri, korupsi sudah menjalar dan masuk ke berbagai lini pemerintahan, baik dalam tingkat pusat, daerah provinsi, kabupaten/kota bahkan sampai pada tingkat desa. Berdasarkan data Indonesian Corruption Watch (ICW), terdapat 271 kasus korupsi yang ditangani pada 2019 dengan total 580 tersangka dan jumlah kerugian negara mencapai Rp8,04 triliun. Kasus tersebut berasal atau yang ditangani oleh KPK, Kejaksaan RI, dan Polri selama 1 Januari 2019 hingga 31 Desember 2019.(5) Sementara, dari 271 kasus korupsi yang terjadi, sektor dana desa mendominasi dengan jumlah kasus 46 kasus dengan kerugian negara mencapai Rp32,2 miliar.(6)

 

Korupsi di tingkat desa menjadi isu yang cukup menarik untuk di bahas oleh kalangan masyarakat desa. Mengingat, objek tindakan korupsi di tingkat desa selalu berkaitan dengan dana desa, yang mana diperuntukkan untuk mendorong pembangunan dan pemberdayaan masyarakat desa. Sehingga apabila dana desa tersebut dikorupsi, maka akan menganggu stabilitas pembangunan di desa. Kendati demikian, terkadang masyarakat justru tidak memberikan perhatian khusus untuk ikut mengawal pengelolaan dana desa oleh pemerintahan desa. Pada dasarnya, terkait penggunaan dana desa telah diatur dalam Undang-Undang beserta turunannya, Dana Desa yang bersumber dari APBN juga merupakan salah satu poin penting lahirnya Undang-Undang Nomor 6 tahun 2014 tentang Desa, meskipun di dalam Undang-Undang tersebut tidak mendefinisikan dana desa itu sendiri. Secara eksplisit, definisi dana desa diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah Nomor 8 tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Pemerintah Nomor 60 tahun 2014 tentang Dana Desa yang Bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang menyebutkan bahwa Dana Desa adalah dana yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang diperuntukkan bagi Desa yang ditransfer melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa Kabupaten/Kota dan digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan, pelaksanaan pembangunan, pembinaan kemasyarakatan, dan pemberdayaan masyarakat. Digulirkannya dana desa oleh pemerintah, bertujuan untuk meningkatkan kemandirian desa melalui program dan kegiatan terkait pembangunan desa dan pemberdayaan masyarakatan desa.

 

Beberapa kasus korupsi dana desa pada praktiknya dilakukan oleh kepala desa dan/atau aparatur desa. Walaupun telah diberikan jaring pengaman melalui Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 113 Tahun 2014 tentang Pengeloaan Keuangan Desa, namun bukan berarti korupsi dana desa akan menjadi hilang. Sifat tindak pidana korupsi yang terorganisir dan sistematis, bisa saja menerobos dan mengambil celah dari pengaturan dan pengawasan yang tidak memadai. Terbukti, tidak sedikit kepala desa atau aparatur desa terjerat kasus korupsi sektor dana desa. Oleh karenanya, pengawasan secara kelembagaan maupun sosial merupakan kunci penting untuk mengawal pengelolaan dana desa. Adapun modus operandi atau cara melakukan kejahatan yang kerap digunakan dalam praktik korupsi dana desa diantaranya yaitu,(7) membuat rancangan anggaran biaya di atas harga pasar, mempertanggung jawabkan pembiayaan bengunan fisik dengan dana desa, meskipun proyek tersebut bersumber dari sumber lain, meminjam sementara dana desa untuk kepentingan pribadi tapi tidak dikembalikan, membuat perjanjian dinas fiktif kepala desa dan jajarannya, penggelembungan (mark up) pembayaran honorarium perangkat desa dan pembayaran alat tulis kantor, memungut pajak atau retribusi desa tapi tidak disetorkan ke kas desa atau kantor pajak, pemangkasan anggaran pubik untuk kepentingan perangkat desa, dan membuat kegiatan atau proyek fiktif yang dananya dibebankan dari dana desa.

 

Jamaknya kasus korupsi dana desa tentu harus diimbangi dengan mekanisme penanggulangan yang memadai. Dalam rangka menanggulangi tindak pidana korupsi dana desa, terbagi atas dua mekanisme yaitu pemberantasan dan pencegahan. Tindakan pemberantasan pada hakikatnya, telah diemban oleh aparat penegak hukum, seperti KPK, Kejaksaan, dan Kepolisian. Sementara, dalam hal pencegahan, ketiga institusi penegak hukum tersebut tidak menjalankan fungsi secara tunggal, tetapi diimbangi pula dengan keterlibatan masyarakat sebagai kontrol sosial. Pengawasan dana desa oleh masyarakat dapat diejawantahkan melalui berbagai cara, diantaranya rutin menyampaikan gagasannya dalam musyawarah desa, memberikan pemahaman kepada lingkungan sekitar untuk lebih meberikan perhatian pada pengelolaan keuangan desa, dan mendorong transparansi penggunaan dana desa oleh kepala desa beserta jajarannya.

 

Secara normatif, pasrtisipasi masyarakat berkaitan dengan pelaksanaan pembangunan desa telah diatur dalam Undang-Undang Desa. Lebih khusus dalam Pasal 82 disebutkan bahwa Masyarakat Desa berpartisipasi dalam Musyawarah Desa untuk menanggapi laporan pelaksanaan Pembangunan Desa. Artinya, masyarakat memiliki kuasa besar untuk mengetahui berbagai hal dalam pembangunan desa, termasuk di dalamnya yaitu pengelolaan dana desa. Disisi lain, kepala desa sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 113 Tahun 2014 tentang Pengeloaan Keuangan Desa, juga wajjib untuk memberikan dan/atau menyebarkan informasi penyelenggaraan pemerintahan secara tertulis kepada masyarakat Desa setiap akhir tahun anggaran.

 

Pengawasan oleh masyarakat tergolong dalam upaya preventif yang dapat dilakukan untuk menyempitkan ladang korupsi dana desa. Perlu diingat pula bahwa jangan sampai pos-pos kritis terhadap kebijakan desa hilang tanpa adanya kontrol sosial, karena tindakan korupsi mucul bahkan dari tahap penyusunan anggaran. Kontrol sosial dapat berjalan secara efisien jika dilakukan secara intensif dan konsisten dari banyak elemen masyarakat, termasuk di dalamnya yaitu pemuda. Konstruksi berfikir pemuda yang kritis dan sistematis menjadi kunci keberhasilan pengawalan terhadap isu korupsi dana desa, apalagi jika ditambah dengan pengetahuan tentang korupsi yang cukup dan sikap integritas dari masing-masing individu. Mekansime pengawasan dana desa oleh unsur pemuda desa tidak jauh berbeda sebagaimana pada umumnya. Satu hal terobosan yang mungkin dapat dilakukan adalah dengan menciptakan diskursus melalui kanal-kanal konvensional maupun dalam jaringan.

 

Titik tolak daripada peran pemuda itu sendiri berangkat dari dua hal, yaitu pertama, dari sisi internal perseorangan maupun kelompok pemuda. Untuk menaruh perhatian terhadap isu korupsi, baiknya sikap antikorupsi juga perlu untuk disemaikan terlebih dahulu di dalam diri masing-masing sebelum bertindak. Hal ini amat perlu karena sifat dasar manusia yang serakah, akan riskan tergoyah jika dihadapkan pada segala hal yang berhubungan dengan materi dan kekuasaan. Uraian ini akan sampai pada kesimpulan bahwa keberhasilan pengawalan isu korupsi bergantung dan bermuara pada satu hal yaitu integritas. Kedua yaitu dari sisi eksternal, dimana setelah pemuda selesai dalam membenahi sisi internalnya, maka yang harus dilakukan selanjutnya adalah bagaimana caranya mendapat kepercayaan dari masyarakat secara komunal. Hal ini tentu dapat dipetik jika sudah terlihat kesungguhan dan kemurnian gerakan pemuda. Apabila sisi internal dan eksternal telah digenggam, maka proses berikutnya akan mudah dijalankan.

 

Berpijak dari uraian di atas, maka pemuda sebagai agen kontrol sosial dalam pengawasan dana desa perlu untuk melakukan terobosan yang sedikit banyaknya memberikan pengaruh yang positif terhadap pengelolaan dana desa yang transparan. Penulis menguraikan dua hal yang dapat dilakukan oleh pemuda dalam melakukan pengawasan terhadap dana desa sebagai berikut,

 

  1. Melakukan digitalisasi penyelenggaraan dana desa Upaya ini tidak serta merta bahwa pemuda selalu berada di luar barisan pemerintahan desa. Sebaliknya, pemuda juga bisa memberikan sumbangsih keahlian khususnya dalam hal teknologi melalui kerjasama dengan pemerintahan desa. Pada titik ini, pemuda dapat ikut membantu mengelola web desa agar informasi yang disampaikan dapat serinci mungkin dan lebih menarik dengan menyajikan secara sederhana melalui infografis, videografis, dsb. Pemuda baik individu maupun kelompok juga dapat membuat kanal yang mencakup berbagai informasi megenai rencana penggunaan, penyerapan dan alokasi dana desa melalui platform media sosial secara independen, sehingga dapat dijangkau oleh masyarakat desa secara luas. Platform media sosial yang dibuat secara independen, memungkinkan pemuda untuk memberikan responnya terhadap kebijakan desa yang dinilai jauh dari aspek keberpihakan terhadap masyarakat secara bebas tanpa pengaruh dari pihak manapun. Meskipun masing-masing desa telah memiliki web desa, namun pada praktiknya informasi yang dipublikasikan terkadang kurang rinci, lambat dan tidak ramah terhadap masyarakat yang belum terbiasa dengan teknologi. Maka dari itu, digitalisasi dana desa melalui media sosial juga perlu dilakukan secara segmented, disesuaikan dengan jenis media sosialyang digunakan oleh mayoritas masyarakat desa. Digitalisai dana desa menjadi penting agar penyelenggaran dana desa lebih transparan dan masyarakat dapat memberikan respon terhadap informasi yang ada. Disisi lain, juga untuk mewujudkan fungsi check and balances dan good governance pada tingkat desa.

 

  1. Membentuk Komunitas Aktif Kritis

Disamping melalui digital, upaya pengawasan dengan cara konvensional juga penting untuk dilakukan yaitu dengan membentuk komunitas atau kelompok diskusi yang aktif membahas isu-isu kebijakan desa, termasuk pengelolaan dana desa. Dibentuknya komunitas ini tidak lain bertujuan untuk menjangkau masyarakat desa secara luas dengan gerakan yang lebih aktif. Berangkat dari kelemahan digitalisasi dana desa yang tidak dapat menjangkau masyarakat yang belum terbiasa dengan teknologi, pembentukan komunitas ini sekiranya dapat menambal kelemahan tersebut. Tentu, sumber daya anggota menjadi sudut pandang yang sentral, artinya jika belum memiliki modal pengetahuan dan advokasi, justru akan berujung pada munculnya disinformasi, bahkan lebih parahnya lagi dapat melahirkan provokasi. Hal demikian tentu tidak diharapkan sama sekali. Maka dari itu, dalam pelaksanaan kegiatan perlu dilibatkan subjek yang kompeten atau setidaknya memiliki pengalaman di bidang antikorupsi. Dewasa ini, tidak sedikit gerakan antikorupsi yang dilakukan oleh pemuda dalam skala regional maupun nasional. Sehingga bukan tidak mungkin jika gerakan dilakukan secara kolaboratif untuk menciptakan pemahaman bersama.

Dalam kerangka tujuan dari pembentukan komunitas ini juga diharapkan tidak hanya untuk menciptakan diskursus semata, melainkan juga melakukan advokasi kebijakan yang berdasar pada kajian internal dan pengaduan masyarakat. Tidak jarang masyarakat yang merasa dirugikan oleh penerapan kebijakan desa, akan tetapi mereka ragu, sungkan, dan tidak mengetahui cara untuk menyampaikan hal itu kepada aparatur desa. Maka, komunitas pemuda disini dapat mengakomodasi hal itu dengan meneruskan keluhan maupun kritik dari masyarakat kepada masyarakat desa secara bijak dan berimbang.

 

Dua cara tersebut di atas merupakan hal yang minimal dapat dilakukan oleh pemuda dalam melakukan pengawasan terhadap pengelolaan dana desa. Disamping menjadi kontrol sosial, juga dapat menunjukkan bahwa pemuda merupakan elemen yang cukup sentral dalam penyelenggaraan pembangunan desa. Adanya atensi dari pemuda, setidaknya mengecilkan potensi-potensi korupsi yang marak terjadi, terutama korupsi di sektor dana desa. Konsistensi dan kesungguhan pemuda, diharapkan dapat menurunkan tingginya grafik tindak pidana korupsi dana desa yang kerap dilakukan oleh aparatur desa. Poin yang menjadi penting disini adalah, apapun metode pengawasan yang dilakukan oleh pemuda, tentu harus meniadakan kepentingan pribadi ataupun golongan dan bebas dari pengaruh pihak manapun. Jika berangkat dari frasa “kontrol sosial”, maka konsekuensinya dasar pijakan pemuda untuk bergerak yaitu karena adanya kepedulian terhadap kepentingan masyarakat secara komunal dan keresahan bersama atas ketidakbaikan yang terjadi pada tata kelola pemerintahan desa.

 

(1) KBBI daring, https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/korupsi, KBBI, diakses 27 Oktober 2020

(2) KBBI Daring, https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/korup, KBBI, diakses 27 Oktober 2020

(3) Elwi Danil, 2011, Korupsi: Konsep, Tindak Pidana dan Pemberantasannya, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, hlm. 3.

(4) Ibid, hlm. 5.

(5) Alfian Putra Abadi, “ICW: Penanganan Korupsi Selama 2019 Anjlok, Modus Suap Mendominasi”, https://tirto.id/icw-penanganan-korupsi-selama-2019-anjlok-modus-suap-mendominasi-ezNs, diakses 27 Oktober 2020

(6) Jufriansyah, “Dana Desa Dominasi Kasus Korupsi Sepanjang 2019”, https://www.medcom.id/nasional/hukum/3NOGr7zN-dana-desa-dominasi-kasus-korupsi-sepanjang-2019, diakses 27 Oktober 2020

(7) Aryadji. Ini Dia 12 Modus Korupsi Dana Desa Versi ICW. http://www.berdesa.com/12-modus-korupsi-dana-desa-versi-icw/, diakses 27 Oktober 2020

 

Febri Niken Ayu Listiorini, S.H. (Desa Banjarmulya)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *