“Pulolaras” Sebagai Upaya Menumbuhkan Kecintaan Budaya Lokal Dari Arus Globalisasi

Seni merupakan produk budaya yang diciptakan oleh sekelompok masyarakat. Ragam kesenian bermunculan seiring perkembangan zaman. Ada yang menggabungkan antara musik dan tari, musik dan nyanyian dan lain sebagainya. Namun tidak bisa dipungkiri bahwa perkembangan zaman di era globalisasi membuat seni, terutama musik tradisional nyaris tercabut dari akar budayanya.

Saat ini istilah globalisasi memang menjadi kecenderungan yang banyak dibicarakan oleh masyarakat dunia. Globalisasi dianggap sebagai tantangan global bagi pelaku seni tradisional masa kini. Perangkat dan teknologi seperti handphone, internet, camera telah membawa dampak pada bentuk seni tradisional, yang pada mulanya utuh terpaksa harus diubah bentuk penyajiannya. Akibatnya seni tradisional hanya menjadi barang industrial yang menyesuaikan diri dengan kondisi zaman.

Hal ini disadari penuh oleh grup musik tradisional dari Pulosari Kabupaten Pemalang, yaitu “Pulolaras”. Pulolaras mulai terbentuk pada tahun 2006 yang diprakarsai oleh Alm.Soemiharto yang kemudian diwariskan kepada anaknya, Dony. Pulolaras pada mulanya merupakan grup musik calung yang biasa membawakan lagu-lagu daerah, namun arus globalisasi membuat Pulolaras memasuki fase baru yang mau tidak mau harus turut beradaptasi dengan selera pasar, di mana sasarannya yaitu generasi muda pedesaan yang notabene penggemar musik dangdut dan campursari. Kedua musik itu berperan mencampuri yang berakibat pada tergesernya lagu-lagu lama. Walau demikian, ada kebanggaan tersendiri jika Pulolaras dapat menampilkan lagu-lagu baru yang cocok dengan selera masa kini. Sehingga pada perkembangannya, Pulolaras menjadi sebuah musik tradisional yang dikemas dan dipadukan dengan alat modern sehingga menjadi sebuah musik yang harmonis dan cocok untuk menampilkan jenis musik masa kini. Sehingga lambat laun Pulolaras menjadi sebuah tradisi yang dikemas menjadi tontonan yang ramai dan berpotensi menggerakkan ekonomi desa.

Langkah inilah yang dilakukan Dony (26) yang dikenal sebagai pegiat seni termuda yang selalu menggencarkan kecintaannya terhadap seni lewat banyak hal. Idenya tidak pernah habis unuk membuat trobosan baru yang berkaitan dengan dunia seni. Selain musik tradisional, dia juga memiliki grup band, menulis lagu dan melakukan rekaman, editing video, mendirikan sebuah grup bernama Kuli Media, Menjadi sutradara pada beberapa film pendek yang semua karyanya ia bagikan di sosial media. Begitu pula dengan Pulolaras yang ia besarkan hingga sekarang. Berbekal kemampuannya membuat dan memainkan alat musik tradisional serta tekadnya untuk melestarikan warisan Almarhum Bapaknya, Dony kemudian mulai mengumpulkan para pemuda Desa Pulosari. Dengan usaha yang dilakukan oleh Dony, maka mulai banyak di antara mereka yang tertarik dan masuk menjadi bagian dari Pulolaras.

Tidak bisa dipungkiri, bahwa dalam perkembangannya, Pulolaras membutuhkan sumbangsih dari para pemudanya. Menyiasati akan hal tersebut, Pulolaras mengambil langkah seribu, yaitu dengan gencar mencari bibit-bibit pemain muda bahkan terbilang masih anak-anak dan membiasakan mereka untuk berlatih di sanggar. Lambat laun Pulolaras bergenerasi yang kemudian pada tahun 2019 melahirkan para juniornya yang mereka namai Melodik of Bamboo yang kemudian disusul lagi oleh Simphony Moeda.

Tantangan serius yang dihadapi Pulolaras adalah mempertahankan eksistensinya di tengah terpaan arus globalisasi. Untuk itu, media sosial sangat berperan penting sebagai ajang promosi dan pemasaran, sebab masyarakat butuh sebuah mediator yang menghubungkan mereka. Maka dengan pengemasan secara menarik di media sosial seperti Instagram dan Youtube, membuat pulolaras dikenal oleh masyarakat luas. Selain pada sosial budaya, target keberhasilan di bidang ekonomi juga menjadi hal yang harus tercapai sebagai bentuk pengurangan angka pengangguran pemuda Desa Pulosari, yang kemudian juga dapat digunakan sebagai modal meningkatkan peralatan dan prasarana pendukung.

Selain itu, penguatan peran Pulolaras membutuhkan dukungan aktor-aktor pelaksana. Aktor-aktor pelaksana dalam melaksanakan pelestarian Kebudayaan, yang dalam hal ini adalah Dinas Kebudayaan Kab.Pemalang, Perangkat Desa Pulosari, dan tentunya masyarakat Desa Pulosari. Sinergi di antara aktor-aktor pelaksana ini sangat penting untuk menyelaraskan pelaksanaan program-program pelestarian kebudayaan lokal sebagaimana yang diperjuangkan oleh Pulolaras.

PROFIL

Uswatun Hasanah, suka dipanggil “Nyus”. Lahir 25 tahun yang lalu tepat tanggal 2 September 1995 di kota Ikhlas, Pemalang. Pernah menempuh pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia di UPGRIS. Si introvert dan melankolis yang memiliki hobi menggambar dan menulis. Pada awal sekolah dasar pernah berharap menjadi pelukis, namun masa remaja tekun di seni tulis. Dan di usia 25, akhirnya memilih Bahasa dan Seni sebagai jalan hidup.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *