Refleksi Hari Sumpah Pemuda: Upaya Merawat Nilai Semangat Kepemudaan di Desa Kendalsari

Setiap peristiwa sejarah selalu mewariskan nilai historis yang dapat dimaknai oleh suatu bangsa dalam menapaki kehidupan bernegaranya. Proses kehidupan yang akan dilalui oleh sebuah bangsa pada prinsipnya juga bergantung pada pemaknaan dari setiap nilai historis itu sendiri. Apakah akan menjadi seremonial belaka atau dielaborasi menjadi media pembelajaran untuk menentukan arah bangsa kedepan. Sumpah Pemuda merupakan salah satu peristiwa sejarah yang dapat dimaknai keduanya, yakni sebagai seremonial sekaligus semangat persatuan untuk merawat kemerdekaan. Peringatan hari sumpah pemuda telah berjalan selama 92 tahun sejak dideklarasikan pada 28 Oktober 1928. Pada momentum tersebut, bangsa Indonesia disatukan oleh identitas dan sentiment yang sama, yaitu anti penjajahan dan imperialisme barat.

Tercatat dalam sejarah bahwa menjelang hari sumpah pemuda, telah dilangsungkan 2 kongres oleh sejumlah besar organisasi kedaerahan. Kongres pertama pada tahun 1926, dilaksanakan di Batavia dan kongres kedua pada tahun 1928 yang terdiri atas dua rangkaian kongres yaitu hari pertama yang membahas masalah pendidikan, dan hari kedua dimana para pemuda-pemudi Indonesia berikrar untuk sebuah persatuan yang bertumpah darah yang satu, tanah Indonesia; berbangsa yang satu, bangsa Indonesia; dan menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia. Ikrar iniah yang kemudian menjadi awal lahirnya identitas kebangsaan hingga hari ini.

Sebuah kalimat legenda yang sempat dipekikkan oleh Bung Karno “Beri aku 10 pemuda, niscaya akan kuguncangkan dunia” juga merupakan penegasan bahwa pemuda ialah faktor penentu arah kehidupan bangsa. Apabila kita kembali refleksikan pidato bung karno tersebut, maka mengandung arti bahwa besarnya kuantitas bangsa belum tentu memberikan pengaruh yang signifikan terhadap kehidupan bernegara. Keberhasilan suatu bangsa justru bergantung pada kualitas dan visi yang besar dari para pemudanya untuk menatap dunia, Hal inilah yang kemudian menjadi pondasi yang mengakar kuat bagi pemuda untuk terus bergerak dan mengejawantahkan setiap spirit dari founding father yang telah memperjuangakan kemerdekaan bangsa Indonesia.

Bagian demi bagian dari kilas perjuangan pemuda terdahulu juga dapat membentuk karakter pemuda masa sekarang. Meskipun semangat yang dijunjung memiliki orientasi yang berbeda, namun baik pemuda terhahulu maupun masa kini memiliki satu sisi yang beririsan. Irisan yang dimaksud adalah perihal bentuk perjuangan yang digengam. Jika pemuda terdahulu memiliki tugas besar untuk memperjuangakan kemerdekaan, maka tugas pemuda saat ini adalah merawat kemerdekaan itu. Terbukti dewasa ini tekad dan komitmen yang kuat oleh pemuda untuk merawat kebinekaan, perlahan tumbuh di berbagai daerah berdasarkan karakteristiknya masing-masing. Misalnya dalam hal kontestasi peringatan hari sumpah pemuda , sejumlah daerah memiliki cara yang terbilang cukup unik dan beragam. Pasalnya, disamping seremonial, dalam merefleksikan nilai sumpah pemuda juga diimplementasikan dengan berbagai bentuk kegiatan yang sarat akan nilai dan makna. Misalnya yaitu dengan membersihkan sampah di tempat umum untuk menumbuhkan semangat pemuda terhadap pelestarian alam, pembacaan puisi menggunakan bahasa daerah dan parade baju adat guna membumikan kepedulian terhadap budaya leluhur, pengibaran bendera merah putih di dasar laut atau puncak gunung, juga penyelenggaran kegiatan perlombaan sebagaimana diinisiasi oleh para pemuda di Desa Kendalsari, Kecamatan Petarukan, Kabupaten Pemalang.

Sebagai penghormatan atas semangat perjuangan yang diwariskan oleh pemuda pejuang kemerdekaan bangsa Indonesia, peringatan hari sumpah pemuda di Desa Kendalsari pada tahun ini dimeriahkan dengan menggelar turnamen futsal antardesa di Kabupaten Pemalang pada bulan november mendatang. Adapaun tujuan dari turnamen ini adalah untuk memupuk kembali sportifitas dan persatuan antarpemuda melalui kegiatan olahraga. Dikomandoi oleh Prayoga, salah satu pemuda desa dan selaku ketua pelaksana kegiatan, ia berharap ajang pertandingan futsal dapat merawat kembali persaudaraan antarpemuda. Terlebih, konstelasi politik menjelang pilkada serentak pada bulan desember memungkinkan munculnya sentimen antargolongan. Berdasar pada istilah mens sana in corpore sano yang memiliki arti di dalam tubuh yang sehat terdapat jiwa yang kuat. Ia mengimani bahwa kedepan pemuda adalah aktor yang dapat mempersatukan suatu perbedaan dan membingkainya dalam semangat kebhinekaan . Ia juga menggarisbawahi bahwa turnamen yang diadakan murni sebagai wujud untuk meneruskan semangat kepemudaan sekaligus sebagai momentum merekonstruksi nilai-nilai optimisme di kalangan pemuda.

Menariknya, dalam penyelenggaran kegiatan turnamen ini tidak hanya melibatkan pemuda yang memiliki ketertarikan terhadap olahraga futsal, tetapi juga menggandeng pemuda lainnya yang memiliki minat yang berbeda, termasuk pemerintah desa yang secara penuh mendukung kegiatan tersebu (supporting organ). Melihat kolaborasi yang tanpa sekat, artinya peringatan hari sumpah pemuda tidak hanya dimaknai secara singular, tetapi juga secara plural. Peringatan hari sumpah pemuda merupakan kontestasi bersama, karena semangat persatuan tidak memandang latar belakang dan usia. Inisiatif untuk memperingati hari sumpah pemuda di Desa Kendalsari melalui turnamen futsal antardesa tentu diharapkan mendapat atensi dan partisipasi dari berbagai kelompok pemuda yang ada.

Namun demikian, hal penting yang dapat dipotret dari terselenggaranya kegiatan tersebut yaitu bukan hanya pada sisi kuantitas partisipasi peserta, melainkan juga dari sisi kualitas atas nilai sportifitas dan keberagaman yang dijunjung. Merujuk pada istilah bahwa pemuda merupakan organ penggerak dari suatu perubahan., maka dari itu insiatif gagasan atau kegiatan dari pemuda dibutuhkan sebagai kunci sentral menuju perubahan besar dalam kehidupan bernegara. Di lingkup Kabupaten Pemalang sendiri misalnya, terdapat banyak kelompok pemuda yang memiliki minat beragam. Apabila disatupadukan dalam bingkai kebhinakaan berdasarkan karakteristik kedarahan, degan tanpa menanggalkan nilai-nilai historis yang diwariskan, tentu dimungkinkan munculnya pembaharu semangat kepemudaan yang ramah akan perkembangan zaman.

 

Danu Pratrisno

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *