Titik Temu, Ruang Rasa dan Asa

“Seribu orang tua bisa bermimpi, satu orang pemuda bisa mengubah dunia.”  Begitulah seruan Ir. Soekarno ketika memberikan semangat pada para pemuda zaman dulu. Menilik pada hal tersebut, negeri ini memang besar dan berdiri atas kerja keras para pemuda. Bahkan bahasa Indonesia terbentuk juga karena berkumpulnya para pemuda, yang sekarang kita kenal dengan istilah Sumpah Pemuda.

Bergeraknya para pemuda menjadi hal penting dalam pembangunan bangsa dan negara dari kota maupun desa. Tidak bisa dipungkiri maju serta mandirinya desa menjadi penyokong kuat berkembangnya sebuah wilayah kabupaten/kota. Sedangkan berkembangnya sebuah desa dipicu kuat oleh kreativitas masyarakatnya.

Memberikan warna di desa, sudah menjadi salah satu tuntutan wajib yang mesti dilakoni kita para pemuda agar tempat tinggal kita lebih hidup. Saya memilih seni pertunjukan sebagai langkah awal dalam karya. Sebab seni menjadi hal yang paling mudah diterima masyarakat umum. Sejak Januari 2019, saya resmi membentuk Komunitas Titik Temu di Desa Wisnu Kecamatan Watukumpul, sebagai ruang kreatif yang berfokus pada seni pertunjukan, terutama teater.

Mengenalkan teater pada masyarakat umum menjadi misi pertama yang Komunitas Titik Temu lakukan. Pentas perdana di bulan yang sama setelah Komunitas Titik Temu terbentuk berada di Desa Mejagong, Randudongkal. Pementasan dengan lakon Tinemu dipentaskan dalam acara Peringatan Hari Lahir Komunitas Seneng Bareng, Mejagong. Pementasan yang memakan durasi hampir satu jam itu mendapat respon yang positif dari masyarakat yang menonton.

Setelah pementasan tersebut, saya mendapat undangan pementasan di Pamekasan, Madura dalam acara Parade Teater Nusantara pada bulan April. Bersama dengan Teater Tanam Pemalang, saya mementaskan Monolog Radio.

Sepulang dari Madura, saya dan Komunitas Titik Temu kembali menggelar pementasan dengan menggaet pemuda pemudi Dukuh Mentek, Desa Wisnu pada peringatan Hari Kemerdekaan Republik Indonesia. Naskah Tanah Pusaka, kami pentaskan pada malam resepsi. Cerita yang mengangkat tentang nasionalisme dan romansa berhasil membius penonton hingga meneteskan air mata.

Pada bulan November, Komunitas Titik Temu kembali mendapat kesempatan pentas di luar kota. Berkolaborasi dengan Teater Tanam, kami mementaskan naskah Lilin ’98 di Kota Kretek, Kudus. Setelah pementasan-pementasan tersebut, membuat teater mulai bisa diterima di masyarakat umum.

Awal tahun 2020, sekaligus sebagai peringatan Hari Lahir Komunitas Titik Temu yang pertama diawali dengan pementasan Negeri Pura-Pura di Desa Banjaranyar, Randudongkal. Namun sayangnya itu menjadi petas terakhir sebelum virus corona hadir di Indonesia.

Perjuangan yang saya dan teman-teman lakukan ternyata ampuh dan memberikan respon positif hingga bertemu banyak pegiat seni di sekitar Kecamatan Watukumpul. Hal kecil dan sederhana ini akhirnya memberikan pengalaman luar biasa. Semenjak saat itu, jika menyebut nama Komunitas Titik Temu, mereka tahu jika itu dari Wisnu.

Saat ini, menjelang peringatan hari lahir yang kedua saya terus berharap jika semua hal baik dan abadi dalam karya.

Wisnu, Oktober 2020

Edi W. Rustam

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *